Sengketa Lahan, Pemkot Surabaya Kembali Rebut Aset di Kenjeran

Selasa, 04 September 2018 - 14:46 WIB
Sengketa Lahan, Pemkot...
Kepala Dinas Pengolahan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati, menunjukan dokumen resmi aset milik pemkot. Foto/SINDONews/Aan Haryono
A A A
SURABAYA - Persoalan aset Pemkot Surabaya, yang dipermainkan oknum tidak bertanggungjawab kembali terjadi. Salah satunya, aset yang ada di Jalan Kenjeren, Kota Surabaya.

Tetapi Pemkot Surabaya, tidak tinggal diam. Melalui berbagai upaya, aset di Jalan Kenjeran tersebut, berhasil direbut kembali setelah sebelumnya sempat disalahgunakan.

Sengketa tanah dan bangunan ini, bermula ketika seorang bernama Soendari mengugat Pemkot Surabaya. Namun, gugatan itu akhirnya dimenangkan Pemkot Surabaya.

Kemenangan atas gugatan itu, sudah diputus dalam perkara perdata oleh majelis hakim nomor 1029/Pdt.G/2017/PN.SBY. Dengan putusan ini, Pemkot Surabaya, berhak memiliki tanah dan bangunan karena memiliki bukti yang cukup kuat.

"Beberapa bukti diantaranya besluit van de geementeraad, atau bukti kepemilikan atas tanah pada zaman Belanda, meskipun belum bersertifikat," ujar Kepala Dinas Pengolahan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya, Maria Theresia Ekawati, Selasa (4/8/2018).

Selain itu, dia menambahkan, obyek tanah dan bangunan yang disengketakan, masih tercatat dalam daftar aset Pemkot Surabaya. Hal itu, juga dikuatkan dengan pernyataan saksi yang menyebutkan, tanah tersebut dulunya merupakan kantor Kelurahan Rangkah.

Pejabat yang akrab disapa Yayuk ini menyebutkan, dari sisi perdata Pemkot Surabaya, dinyatakan menang. Namun, pihaknya masih menunggu tindak lanjut dari putusan perdata itu. "Putusan itu digunakan sebagai bahan pertimbangan pengajuan kasasi," sambungnya.

Selain perdata, katanya, Soendari juga menjalani proses hukum pidana. Pasalnya, Pemkot Surabaya, menemukan bukti bahwa obyek tanah, dan bangunan tersebut sudah dijual Soendari ke orang lain.

Pemkot Surabaya, meminta bantuan kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur (Jatim), untuk menelusuri informasi penjualan aset tanah dan bangunan milik negara tersebut.

"Orang yang membeli tanah itu datang ke Pemkot Surabaya, membawa kwitansi pembayaran yang sudah dibelinya dari Soendari," tegas Yayuk.

Dari hasil pemeriksaan, Kejati Jatim, menduga ada tindak pidana korupsi yang dilakukan Soendari, dengan bukti kwitansi pembayaran sebesar Rp2,1 miliar.

"Kejati Jatim, menilai Soendari merugikan negara, karena mencoba mengalihkan kepemilikan aset negara, berupa tanah dan bangunan tersebut, kepada pihak lain," ungkapnya.

Awal tahun 2017, kejati Jatim menahan Soendari. Kemudian, pada 2 Juli 2018 majelis hakim membebaskannya secara murni, atas pertimbangan tidak adanya bukti melakukan tindak korupsi. Alasannya, belum ada perjanjian jual-beli. "Kira-kira seperti itu pertimbangannya," jelasnya.

Keputusan hakim membebaskan Soendari disayangkan Yayuk. Sebab, dalam putusan perdata menyebutkan bahwa tanah dan bangunan seluas 194,82 meter persegi itu, adalah aset Pemkot Surabaya, sebagai penggugat rekovensi.

"Kenapa di pidana, hakim menyatakan tidak ada cukup bukti telah terjadi tindak pidana korupsi? Seharusnya putusan itu sinkron," ucapnya.

Dijelaskan Yayuk, obyek tanah dan bangunan yang terletak di jalan Kenjeran 254 Kota Surabaya, dulunya bekas kantor Kelurahan Rangkah, yang dijaga oleh ayah Soendari. Kemudian ditempati Soendari ketika ayahnya meninggal.

Tahun 2008, tanah dan bangunan yang ditinggali Soendari terkena pembebasan lahan untuk akses jalan Suramadu. Pada saat itu, Soendari meminta ganti rugi kepada Pemkot Surabaya, namun ditolak karena tanah tersebut masih tercatat dalam aset Pemkot Surabaya.

Pemkot Surabaya, hanya memberikan ganti rugi untuk bangunannya saja, tidak termasuk lahan yang ditempati bangunan tersebut. Baca Juga: Marak, Lahan Pemerintah Dijual Secara Ilegal

"Upaya itu kembali ditolak Soendari, lalu Pemkot Surabaya melakukan konsinyasi di pengadilan. Kalau tidak salah, uangnya sampai sekarang ada di pengadilan dan belum diambil," ujarnya.

Berdasarkan catatan DPBT Kota Surabaya, Soendari juga pernah menyerahkan bukti peta bidang, namun ditolak oleh BPN Surabaya, dengan alasan peta bidang tidak dapat dijadikan bukti kepemilikan.

"Penolakan ini yang membuat Soendari menggugat Pemkot Surabaya, ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, untuk pertama kalinya," kata Yayuk.
(eyt)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 0.6569 seconds (0.1#10.140)