Siswa SMP Bawa Sabit Karena HP Disita, Ini Kata Psikolog

Kamis, 12 September 2019 - 09:30 WIB
Siswa SMP Bawa Sabit Karena HP Disita, Ini Kata Psikolog
Siswa SMP Bawa Sabit Karena HP Disita, Ini Kata Psikolog
A A A
GUNUNGKIDUL - Peristiwa seorang siswa SMP di Gunungkidul yang mendatangi sekolah membawa sabit untuk meminta HP yang disita guru mendapatkan perhatian berbagai kalangan. Bahkan secara psikologi anak tersebut membutuhkan pendampingan yang tepat dan tidak memberikan label kepada pelaku.

Psikolog Lembaga Psikologi Terapan Inspirasi, Asar Janjang Lestari mengatakan, anak usia remaja sebenarnya sudah mulai masuk usia operasional formal. Dengan demikian anak cenderung menutup ketika dilakukan pemaksaan. Untuk itu gaya komunikasi harus disesuaikan ketika hendak meminta sesuatu seperti HP dalam kasus anak main game di HP saat pelajaran di sekolah.

"Kalau membaca informasi di media massa, anak tersebut dalam kondisi sudah kecanduan, artinya ada kemelekatan emosi dengan game di HP, maka butuh gaya komunikasi," terangnya kepada Sindonews, Kamis (12/9/2019).

Dalam kasus tersebut, dia melihat bahwa anak tersebut marah ketika HP disita guru. Kemudian dia mencoba meredam kemarahan dan gagal. Hal ini berlanjut hingga hari berikutnya sehingga memilih pulang dan mengambil sabit dan kembali ke sekolah untuk bisa mendapatkan HP kembali.

Secara kondisi, kata dia, anak tersebut sudah kecanduan sehingga mempengaruhi perkembangan sosial emosinya. "Dalam hal ini, anak menjadi kesulitan mengenali emosi diri sendiri dan orang lain sekaligus kesulitan mengekspresikan emosi diri dengan baik," ulasnya.

Untuk itu pola pengasuhan anak sesuai usia sangat penting. Perlu ada interaksi langsung yang terus dibangun sehingga emosi anak lebih stabil. "Dalam kondisi seperti ini anak perlu pendampingan dengan model positif support dari figur lekat dan orde di sekitarnya. Jangan sekali- kali memberikan label atau menjudge anak tersebut," tandasnya.

Ketika disinggung apakah kecanduan game yang dialami siswa SMP tersebut termasuk menganggu kejiwaan, Asar sapaan akrab Alumnus Piskologi UGM ini mengaku harus dilakukan asesment lebih lanjut. Namun merujuk istilah dari World Health Organization (WHO), apa yang terjadi pada anak tersebut disebut dengan istilah compulsive gaming/gaming disorder.

Sementara Psikiater RSUD Wonosari mengatakan, secara umum remaja memiliki kerentanan emosional karena faktor hormonal dan faktor psikososial. Untuk itu perlu suatu kajian mendalam ketika remaja bertindak impulsif. "Apakah ada kaitannya dengan faktor biologi, kepribadian, pola asuh maupun lingkungan. Ataukah terkait dengan "harga diri" yang terusik," urainya.

Dilanjutkannya, remaja bukan orang dewasa kecil. Mereka juga punya otoritas atas dirinya. "Untuk itu perlu kearifan semua pihak tidak melihat persoalan ini dengan hitam putih karena bagaimanapun mereka perlu ditolong, boleh jadi ledakan emosional adalah cry for help," pungkasnya.
(mif)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.7581 seconds (0.1#10.140)