Ini Tujuh Bangunan Tua di Salatiga yang Memiliki Nilai Sejarah

Rabu, 03 Juli 2019 - 16:51 WIB
Ini Tujuh Bangunan Tua di Salatiga yang Memiliki Nilai Sejarah
Gedung Papak yang kini difungsikan sebagai Kantor Wali Kota Salatiga terlihat berdiri megah. FOTO/SINDOnews/Angga Rosa
A A A
SALATIGA -
Kota Salatiga merupakan salah satu daerah di Jawa Tengah yang memiliki nilai sejarah. Di kota berhawa sejuk ini ada ratusan bangunan tua yang dibangun pada zaman pemerintah Kolonial Belanda.

Bahkan sejumlah bangunan diantaranya menjadi saksi bisu perjalanan sejarah yang terjadi di Kota Salatiga. Ratusan bangunan kuno itu, beberapa tahun silam ditetapkan menjadi benda cagar budaya (BCB).

Pengkaji cagar budaya dari Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah Bagus Ujianto menyatakan, berdasarkan data kajian dan pendataan bangunan bersejarah di Salatiga yang masuk BCB pada 2009 ada 144 unit. Kemudian pada 2013 jumlah BCB di Salatiga bertambah menjadi 157 unit.

"Penambahan jumlah BCB tersebut didapat dari hasil penelitian sejarah BCB di Kota Salatiga. Namun dalam catatan kami, ada sembilan bangunan yang rusak atau terjadi perubahan fasad dan fungsinya," katanya.

Sayangnya, ada sejumlah bangunan kuno peninggalan pemerintah kolonial Belanda tersebut yang rusak lantaran tidak terawat. Itu terjadi karena pemiliknya tidak memiliki dana untuk merawat bangunan tua itu.

Padahal bangunan tua itu, sebenarnya bisa dijadikan modal untuk membangun kota wisata dan budaya. Terlebih, pada zaman penjajahan Kolonial Belanda, Salatiga sudah dijadikan kota wisata dan sempat memperoleh julukan Paris de Java.

Adapaun bangunan BCB di Salatiga yang memiliki nilai sejarah dan bisa dijadikan destinasi wisata budaya antara lain:

1. Pendapa Pakuwon
Ini Tujuh Bangunan Tua di Salatiga yang Memiliki Nilai Sejarah

Pendapa Pakuwon yang berada di selatan Lapangan Pancasila, tepatnya di Jalan Brigjen Sudiarto terlihat tak terawat dan sebagian bangunan mengalami kerusakan. FOTO/SINDOnews/Angga Rosa

BCB yang berada di selatan Lapangan Pancasila, tepatnya di Jalan Brigjen Sudiarto. Sebenarnya bangunan tersebut merupakan saksi bisu penandatanganan perjanjian Salatiga antara Pangeran Sambernyowo alias Raden Mas Said dan pemerintah Kolonial Belanda pada 17 Maret 1757 silam. Adapun isi perjanjian tersebut antara lain memisahkan Surakarta menjadi dua bagian, yakni Kasunanan dan Mangkunegara.

Perjanjian Salatiga merupakan penyelesaian masalah perebutan kekuasaan yang mengakhiri Kesultanan Mataram. Hamengkubuwono I dan Pakubuwono III melepaskan beberapa wilayahnya untuk Pangeran Sambernyawa.

Berdasarkan sejarah, Pendapa Pakuwon dulunya merupakan tempat tinggal bupati Salatiga yang pada zaman Kerajaan Mataram disebut akuwu. Sehingga kala itu, Pendapa Pakuwon disebut sebagai palereman akuwu (tempat tinggal bupati).

Namun sekarang kondisi Pendapa Pakuwon memperihatinkan lantaran tidak dirawat oleh pemiliknya. Alasan pemilik enggan merawat BCB tersebut, yakni tidak memiliki biaya untuk perawatan.

2. Hotel Pension Van Blommestein
Bangunan kuno yang berada di Jalan Diponegoro ini diperkirakan berusia lebih dari 100 tahun ini. Dulu bangunan tersebut menjadi hotel ternama di Salatiga dan sering dikunjungi wisatawan dari Belanda yang ingin melihat Kota Salatiga yang dijuluki Paris de Java. Hingga sekarang kondisinya masih baik dan difungsikan sebagai Kantor Bank BCA.

3. Gedung Papak
Bangunan benda cagar budaya ini berada di Jalan Sukowati ini dulu dibangun untuk rumah tinggal Ratu Yuliana. Dalam perjalanan sejarah, bangunan milik Baron Van Hakeren Van De Sloot pernah digunakan untuk Kantor Divisi RM Jatikusumo. Tak hanya itu, bangunan hasil hibah dari pemerintah Belanda ini juga pernah digunakan untuk markas Kenpeitai pada jaman Jepang. Kini bangunan yang dikenal dengan sebutan Gedung Papak digunakan untuk Kantor Wali Kota Salatiga.

4. Rumah Dinas Wali Kota Salatiga
Bangunan rumah tua yang berada di Jalan Diponegoro ini, pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda difungsikan sebagai tempat tinggal asisten residen yang bertugas menjalankan roda pemerintahan di Salatiga. Sekarang digunakan untuk rumah dinas Wali Kota Salatiga.

5. Gereja GPIB Tamansari
Gereja Protestan Indonesia Bagian Barat (GPIB) Tamansari yang berada di Jalan Jenderal Sudirman ini, dibangun pada tahun 1823 silam. Meski sudah bangunan gereja sudah berusia ratusan tahun, namun hingga saat ini masih berdiri kokoh dan digunakan untuk tempat ibadah pemeluk agama Kristen Protestan.

6. Markas Detasemen Perhubungan Korem 073 Makutarama
Gedung Markas Detasemen Perhubungan Korem 073 Makutarama Salatiga berada di Jalan Diponegoro No 86. Bangunan cagar budaya yang dikenal dengan sebutan gedung kubah kembar tersebut dibangun pada tahun 1850.

7. Markas Korem 073/Makutarama
Gedung Markas Korem 073/Makutarama dibangun pada tahun 1907. Saat itu, bangunan yang ditetapkan sebagai BCB tersebut merupakan gedung sekolah Hollands Inlandsche School (HIS) yang diperuntukkan bagi anak kalangan bangsawan atau pejabat kaum pribumi.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0729 seconds (0.1#10.140)