Banyak Ditolak, Ini Penjelasan Stafsus Presiden soal RUU Cipta Kerja

Kamis, 12 Maret 2020 - 15:11 WIB
Banyak Ditolak, Ini Penjelasan Stafsus Presiden soal RUU Cipta Kerja
Diskusi publik tentang RUU CIpta Kerja di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Kamis (12/3/2020). FOTO/iNews/KUNTADI
A A A
YOGYAKARTA - Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja atau dikenal dengan Omnibus Law banyak menuai pro-kontra di tengah masyarakat. Sejumlah aksi penolakan digelar mahasiswa dan elemen di masyarakat karen dinilai hanya menguntungkan para pengusaha dan investor.

Meski banyak ditentang, pemerintah tetap menegaskan bahwa UU ini dibuat untuk menciptakan lapangan kerja, dengan mendorong investasi melalui penyederhanaan dan penyelarasan regulasi serta perizinan. "RUU Cipta Kerja ini dirancang sebagai jalan pembuka untuk mencapai misi tersebut,"
kata Staf Khusus Presiden RI Arif Budimanta dalam diskusi publik di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM, Kamis (12/3/2020).

Pemerintah, kata dia, ingin menciptakan lapangan kerja yang luas dan merata. Poin yang disasar dalam RUU ini meliputi peningkatan kompetensi pencari kerja, peningkatan produktivitas dan kesejahteraan pekerja, peningkatan investasi, kemudahan berusaha, serta pemberdayaan UMKM dan koperasi.

Saat ini, dinamika dan perubahan ekonomi global, sangatlah cepat, sehingga perlu adanya regulasi yang bisa menyambut perubahan tersebut. RUU Cipta Kerja diharapkan mampu menjawab permasalahan, di mana perubahan struktur ekonomi diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi antara 5,7 hingga 6,0%.

"Transformasi ekonomi pun diharapkan lahir agar Indonesia bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah dan menjadi lima besar ekonomi terkuat di dunia tahun 2045," kata Arif Budimanta.

RUU Cipta Kerja terdiri dari 15 bab dan 174 pasal. Beberapa substansi yang ada mengatur soal perizinan, kemudahan berusaha, investasi dan UMKM atau koperasi sebanyak 86,5%. Sedangkan sisanya membahas ketenagakerjaan, kawasan ekonomi, pengenaan sanksi, serta riset dan inovasi.

Sementara Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Reza Yamora Siregar mengatakan, ada beberapa permasalahan yang mendorong dikeluarkannya RUU Cipta kerja. Di antaranya kompleksitas dan obesitas regulasi, baik di pusat maupun daerah, dengan total ada 43.604 peraturan. Selain itu, peringkat daya saing Indonesia yang masih rendah.

"Berdasarkan hasil survei, beberapa faktor utama permasalahan berbisnis di Indonesia antara lain korupsi, birokrasi yang tidak efisien, kepastian kebijakan, dan ketenagakerjaan," katanya.

Tingginya angkatan kerja yang tidak/belum bekerja maupun bekerja tidak penuh juga menjadi pertimbangan. Dari data yang ada, 7,05 juta pengangguran, 2,24 juta angkatan kerja baru, 8,14 juta setengah penganggur, dan 28,41 juta pekerja paruh waktu. Artinya, ada 45,84 juta atau 34,4% angkatan kerja yang bekerja tidak penuh. "Juga perlunya pemberdayaan UMKM dan peningkatan peran koperasi," ujarnya.

RUU ini juga mempertimbangkan kondisi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global. Adanya perang dagang, ketegangan di timur tengah hingga virus corona cukup berpengaruh terhadap ekonomi dunia, termasuk Indonesia.

"RUU ini masih terbuka untuk dibahas dan diharmonisasikan di DPR RI. Masukan dan aspirasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang disampaikan kepada Pemerintah juga akan dibawa dalam pembahasan dengan DPR RI," katanya.

Sementara itu, Wakil Rektor UGM Bidang Kerja Sama dan Alumni, Paripurna pun mengamini pentingnya menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan daya saing. Menurutnya, salah satu yang harus diatasi adalah tumpang tindihnya peraturan untuk memudahkan investasi. Jika tidak ada investor, maka tidak akan tercipta lapangan kerja.

"Jadi RUU Cipta Kerja ini diharapkan menjadi lompatan besar untuk memenangkan persaingan dan memajukan perekonomian nasional," kata Paripurna.

Sosiolog dari Departemen Sosiologi FISIPOL UGM Arie Sujito meyakini RUU Cipta Kerja ini merupakan upaya perbaikan yang besar untuk mentransformasi ekonomi Indonesia di masa depan. Simplifikasi dan harmonisasi regulasi dan perizinan tentunya menjadi catatan utama.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 3.1140 seconds (0.1#10.140)