Dosen UGM Kembangkan Metode Penghilangan Merkuri dengan Bahan Lokal

Jum'at, 21 Februari 2020 - 15:30 WIB
Dosen UGM Kembangkan Metode Penghilangan Merkuri dengan Bahan Lokal
Dosen Fakultas Teknik UGM, Agus Prasetya menunjukkan hasil penghilangan merkuri dengan metode kombinasi adsorpsi dan firoremendias di UGM, Jumat (21/2/2020). Foto : Dok Humas UGM
A A A
YOGYAKARTA - Dosen Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik UGM, Agus Prasetya berhasil mengembangkan metode penghilangan merkuri dari dalam air dengan menggunakan bahan lokal. Yaitu dengan mengombinasikan antara adsorpsi dengan fitoremediasi atau pengambilan merkuri oleh tanaman. Dengan metode ini mampu menghilangkan 90% kandungan merkuri pada air yang tercemar.

Metode tersebut juga telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah Journal of Environmental Chemical Engineering, dengan judul “Characteristic of Hg Removal Using Zeolite Adsorption and Echinodorus palaefolius Phytoremediation in Subsurface Flow Constructed Wetland (SSF-CW) Model”.

Agus Prasetya mengatakan pengembamgan riset ini berawal dari keprihatinan tentang masalah cemaran merkuri akibat tambang emas skala kecil dan ilegal yang dalam praktiknya hampir semua menggunakan merkuri dan cemaran-cemaran merkuri itu tersebar dalam limbah tambang, masuk ke air, kemudian menyebar ke mana-mana.

Indonesia sendiri menjadi negara dengan tingkat pencemaran merkuri tertinggi di dunia. Padahal, cemaran tersebut mengandung segudang efek yang berbahaya bagi lingkungan maupun bagi kesehatan masyarakat. Sehingga harus ada solusi untuk mengatasinya. “Karena itu melakukan penelitian untuk mencari metode menanggani masalah ini,” kata Agus di UGM, Jumat (21/2/2020).

Agus menjelaskan limbah yang mengandung merkuri dapat menimbulkan problem kesehatan pada masyarakat karena cemaran merkuri masuk ke dalam tanah dan terambil oleh tanaman, masuk ke dalam badan binatang dan pada akhirnya masuk ke badan manusia. Jika terakumulasi menimbulkan masalah kesehatan yang serius.

Cemaran merkuri, dapat menimbulkan berbagai penyakit degeneratif pada anak-anak di sekitar lokasi penambangan. Beberapa kasus yang sempat
muncul, seperti kerapuhan tulang, imbisil atau keterbelakangan mental serta bayi yang lahir tanpa tengkorak kepala.

“Jadi, problemnya tidak hanya pada penambang dan rakyat yang menambang tapi kepada generasi-generasi berikutnya, kepada anak cucu,” paparnya.

Menurut Agus konsep yang digunakan untuk remediasi merkuri dari air yang terkontaminasi oleh merkuri adalah dengan cara mengombinasikan antara adsorpsi dengan fitoremediasi atau pengambilan merkuri oleh tanaman.

Adsorpsi dilakukan dengan menggunakan zeolit yang dikenal sebagai adsorben alami yang mempunyai kapasitas baik untuk menangkap merkuri serta tersedia melimpah di Indonesia. Setelah dilakukan penjerapan dengan zeolit, tahap selanjutnya dilakukan proses pengambilan sisa
logam merkuri oleh tanaman.

Untuk percobaan itu dengan mengunakan air yang mengandung merkuri 20 ppm dan setelah menggunakan alat yang mengombinasikan adsorbsi dan
fitoremediasi keluarnya sudah 2 ppm. Dimana merkuri yang tertangkap oleh zeolit dan tanaman, tidak lepas dari zeolit, artinya
terstabilkan.

“Dari penelitian skala laboratorium yang dico bakan baru melati air. Tapi terbuka kemungkinan bisa coba tanaman-tanaman yang lain. Namun metode tersebut terbukti mampu menghilangkan 90% kandungan merkuri pada air yang tercemar,” jelasnya.

Agus pun berharap penelitian tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut dengan pengujian di skala lapangan melalui kerja sama dengan pakar dari beberapa bidang ilmu lainnya. Termasuk mengajarkan kepada masyarakat.

“Dengan uji lapangan, akan terlihat prospek dari metode tersebut untuk dapat diterapkan di lokasi-lokasi yang telah tercemar merkuri,” ungkapnya.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.0738 seconds (0.1#10.140)