Tak Terima Kadesnya Difitnah, Puluhan Warga Banaran Lapor Polisi

Senin, 17 Februari 2020 - 21:10 WIB
Tak Terima Kadesnya Difitnah, Puluhan Warga Banaran Lapor Polisi
Puluhan orang warga Banaran, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen melaporkan seorang warga ke Polres Sragen atas tuduhan pencemaran nama baik, Senin (17/2/2020). FOTO/iNews/JOKO PIROSO
A A A
SRAGEN - Puluhan orang warga Banaran, Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen melaporkan seorang warga ke Polres Sragen atas tuduhan pencemaran nama baik, Senin (17/2/2020). Terlapor bernama Sri Wahyuni alias Sule dianggap telah menebar fitnah bahwa Kepala Desa Banaran terpilih, Susilo telah melakukan korupsi dan gemar berselingkuh.

Warga mengaku resah dan tidak terima kadesnya dicemarkan nama baiknya dengan dituduh berbuat yang tidak ada buktinya.

"Hari ini kami atas nama warga, melaporkan Sri Wahyuni Sule ke Polres. Dia kami laporkan atas dugaan pencemaran nama baik dengan setiap hari berkeliling jualan sambil menjelek-jelekkan Kades kami. Padahal tidak pernah ada bukti, kami sebagai warga jadi ikut prihatin dan tergerak untuk melapor karena ulahnya itu bikin resah dan nama desa ikut cemar," kata perwakilan warga asal Dukuh Dawe, Banaran Setya Budi (38) seusai melapor ke Polres Sragen.

Menurutnya, aksi pencemaran nama baik kades itu dilakukan oleh Sri Wahyuni di banyak tempat ketika berjualan susu kedelai (sule). Tak hanya di wilayah Desa Banaran, perkataan menjelek-jelekkan dengan tuduhan selingkuh, korupsi dana desa dan lainnya itu juga diumbar di luar Desa Banaran.

"Bentuk pencemarannya, Sule itu menyebut kalau Kades suka selingkuh. Katanya hampir semua warga diselingkuhi, main dukun, main santet dan seterusnya. Saya sendiri menyaksikan pas sebelum Pilkades lalu, dia di warung Ndawe juga bilang nyebut Pak Lurah itu, jaman dadi bayan medok, pas dadi lurah yo jik medok ae. Dana desa dikorupsi dan lain-lain. Rekamannya juga ada," katanya.

Laporan warga diterima di bagian SPK Polres Sragen. Laporan disertai dengan bukti rekaman video saat Sri Wahyuni menebarkan fitnah ke warga di salah satu warung di Banaran. Kemudian ada juga bukti-bukti status yang di-posting di WA dan menyudutkan serta menjelek-jelekkan Kades.

Menurutnya, sejauh ini sudah ada 10 warga yang siap menjadi saksi dalam kasus itu. Budi menguraikan warga terpaksa melangkah ke jalur hukum lantaran sudah resah dengan kelakuan yang bersangkutan.

"BPD, perangkat desa dan BUMDes katanya mati suri dan nggak bisa bekerja. Harapan kami polisi bisa menindaklanjuti kasus ini dan memproses sesuai hukum yang berlaku. Terus terang kami warga juga resah, dengan isu macam-macam itu akhirnya semua kegiatan desa jadi nggak jalan dan yang dirugikan masyarakat banyak. Bikin ricuh dan selama masih ada dia, Desa Banaran nggak akan maju-maju. Karena intinya dia itu pinginnya ngrusuhi, lapor sana sini, bikin isu-isu tapi faktanya nggak ada yang bener semua," katanya.

Sementara tokoh lainnya, Sukimin (64) asal Dukuh Kiping RT 45/11, Banaran juga mengaku pernah memergoki Sri Wahyuni menebar perkataan itu saat berjualan susu kedelai di Pasar Mantingan, Ngawi.
"Dia bilangnya ingin meluruskan tentang apa saja yang ada di Banaran. Tapi semua juga belum ada buktinya. Akhirnya warga jadi resah," katanya.

Saat dikonfirmasi, Sri Wahyuni yang selama ini dikenal berprofesi sebagai penjual susu kedelai (Sule) keliling itu mengaku tidak masalah dirinya dilaporkan polisi. Menurutnya, dugaan Kades menyelingkuhi banyak perempuan itu, tidak hanya dia yang bilang, tetapi banyak warga yang juga bilang seperti itu.

"Masyarakat sak emboh sing omong den, nggak cuma saya saja yang bilang kalau dia banyak punya demenan. Kalau soal santet dan dukun itu, saya cuma bilang arep mboyak didukunke karepmu, ora yo karepmu. Yang penting saya itu dari Lembaga Aliansi Indonesia dan saya memang melaporkan dugaan korupsi dana desa ke Kejaksaan yang kemudian dilimpahkan ke Inspektorat," kata Sri.

Dia menjelaskan, laporan pencemaran nama baik yang dituduhkan diduga punya benang merah dengan laporannya soal dugaan penyimpangan alokasi dana desa (ADD) Banaran ke APH. Sebab beberapa waktu lalu, dirinya didatangi beberapa orang warga yang menyuruhnya mencabut laporan.

"Sing muni demenan itu ora aku tok ya den, masyarakat akeh. Saya cuma mbela kebenaran keadilan karena selama ini desa mbangun nggak ada prasasti, tenaga kerja tidak dibayar dan material dimonopoli," katanya.

Sri juga mengklaim apa yang dilaporkannya itu juga segaris dengan Presiden Jokowi yang menurutnya duduk sebagai pelindung lembaganya yakni Lembaga Aliansi Indonesia. "Pelindungku itu Presiden Jokowi. Lha dugaan korupsi dilaporke kok emoh. Lha aku daripada kon nyabut laporan, saya mending dipenjara karena UU ITE," katanya.

Sri Wahyuni mengaku pernah melihat bukti Kades Banaran menunjukkan foto wanita cantik yang menurutnya adalah selingkuhannya. Ia juga mengklaim pernah melihat video Kadesnya bersama perempuan dan video itu pernah ditunjukkan ke salah satu Kades di Tanon dan Bayan Broto di Banaran.

"Kalau saya intinya melapor ke APH soal dugaan penyimpangan dana desa. Saya itu Lembaga Aliansi Indonesia, tugasku mengawal jadi tangan panjange Pak Jokowi yang pernah bilang semua masyarakat harus mengawal dana desa. Bu Menteri Sri Mulyani juga pernah statement dana desa bukan untuk kades tapi untuk pembangunan masyarakat desa," katanya.

Sementara itu, Kasubag Humas AKP Harno mengatakan setiap laporan dari masyarakat akan ditindaklanjuti sesuai prosedur. Termasuk laporan dugaan pencemaran nama baik di Desa Banaran, juga akan ditindaklanjuti dengan melakukan pendalaman dan penyelidikan terlebih dahulu. "Nanti akan kami kaji, kami dalami dan tindaklanjuti sesuai prosedur," katanya.

Sementara, Kades Susilo mengaku tak tahu-menahu soal aksi warga yang melaporkan pencemaran nama baik dirinya ke Polres Sragen oleh Sri Wahyuni. Namun soal tuduhan selingkuh, korupsi dana desa dan beberapa tuduhan miring dari Sri Wahyuni itu memang sempat ia dengar dari laporan beberapa warga dan Kades di luar desanya.

"Sebenarnya sejak mau Pilkades itu saya sudah dengar saya diisukan macam-macam, yang selingkuh, yang dana desa tidak transparan. Saya hanya bilang ke warga, selama ini saya sudah lakukan apa adanya. Saya sebenarnya pilih diam karena dilaporkan apapun wong nyatanya juga nggak pernah ada buktinya. Saya hanya sampaikan kalau nuduh yang nggak benar kan nanti yang mbales yang kuasa. Tapi kalau ada warga lain yang nggak terima dan resah lalu lapor polisi, itu saya malah belum tahu," katanya.
(amm)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 5.0630 seconds (0.1#10.140)