Proses Seleksi CPNS Harus Tetap Prioritaskan Kualitas
A
A
A
JAKARTA - Passing grade atau ambang batas kelulusan seleksi kompetensi dasar (SKD) calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2019 dipastikan berbeda dari periode seleksi 2018. Perbedaannya, standar tahun ini lebih rendah.
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut penurunan dilakukan agar tingkat keterjaringan CPNS tidak jeblok seperti tahun lalu karena banyak yang tidak lolos. Namun di sisi lain langkah tersebut jangan sampai menurunkan kualitas CPNS. Dengan demikian standar kompetensi yang diharapkan dari CNPS yang direkrut tetap sesuai dengan yang dibutuhkan.
SKD dimaksud meliputi tes karakteristik pribadi (TKP), tes inteligensia umum (TIU), dan tes wawasan kebangsaan (TWK). Ambang batas kelulusan pada 2019 ini adalah 126 untuk TKP, 80 TIU, dan 65 TWK. Pada seleksi CPNS 2018, nilai ambang batas SKD adalah 143 untuk TKP, 80 TIU, dan 75 TWK.
Seleksi CPNS 2019 ini meraih animo tinggi dari masyarakat. Sejak pendaftaran seleksi CPNS dibuka pada pukul 23.11 WIB (11/11/2019), sudah ada 425 ribuan pelamar membuat akun di sistem SSCASN. Hingga kemarin, sudah ada 382 instansi yang sudah membuka pendaftaran.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refromasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo menjamin, walaupun ambang batas nilai SKD CPNS 2019 lebih rendah, standar kualitas SDM aparatur negara tidak akan diturunkan. Dia kemudian menuturkan, tahun lalu ada instansi tidak mendapatkan pegawai karena tidak ada CPNS peserta seleksi yang berhasil lolos.
“Ada laporan untuk perkembangan ujian tahun lalu ada beberapa daerah enggak ada yang diterima, nggak ada yang lulus. Itu kan rugi, “ ujar dia di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Soal adanya penurunan ambang batas SKD, Tjahjo juga mengungkapkan adanya perubahan soal SKD. Salah satu perubahan dimaksud adalah dimasukkannya masalah kebangsaan ke dalam SKD.“Ini ada perubahan soal masalah kebangsaan, masalah pancasila. Secara prinsip tidak mengganggu hal-hal prinsip,” katanya.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan, ambang batas kelulusan SKD diturunkan agar hasil seleksi tidak jeblok seperti tahun 2018. Dia menyebut penurunan itu tidak akan berpengaruh terhadap kualitas CPNS karena kualitas soal meningkat. “Sama sekali tidak. Ini untuk menjaga agar jumlahnya 3 kali formasi. Terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) tetap bisa terpenuhi,” ujar Bima melalui pesan singkatnya kemarin.
Dia menuturkan, soal SKD saat ini dibuat secara bertahap dengan kontrol yang lebih ketat dan lebih berkualitas. “Namun dengan tingkat kesulitan yang sama. Sudah divalidasi di beberapa lokasi tes untuk melihat akurasinya,” tutur dia.
Sementara itu Komisi II DPR mengaku dapat memahami bahwa Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menurunkan ambang batas kelulusan SKD. Apalagi jika kebijakan itu dibuat pasti didasarkan atas evaluasi penerimaan CPNS tahun-tahun sebelumnya.
Bagi DPR, yang terpenting adalah bagaimana menjaga transparansi dan kemurnian proses seleksi CPNS tersebut. “Tidak ada istilah titip-menitip. Jadi, selama transparan, prosesnya terbuka, bisa dipertanggungjawabkan, tidak ada unsur-unsur lain yang mereduksi proses kemurnian penerimaan CPNS. Kami tidak ada masalah soal standarnya,’’ kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Soal kapasitas dan kualitas ASN yang lolos nanti, politikus Partai NasDem itu mengatakan bahwa hal itu bisa disiasati pascapenerimaan CPNS. Dalam pandangannya, kapasitas dan kualitas ASN yang lolos itu bisa dibentuk lewat upgrading agau pelatihan-pelatihan yang cukup.
“Banyak dilakukan berbagai upgrading atau pelatihan terkait peningkatan kapasitas dan kapabilitas dari PNS yang sudah diterima. Itu yang penting,” katanya.
Selain itu, para ASN itu nantinya akan terikan dengan aturan-aturan yang ketat, serta adanya fungsi kontrol sehingga disiplin dan etos kerja bisa terbentuk.“Soal disiplin para CPNS kita nanti akan lebih atur yang mengikat mereka, disiplin bisa terbentuk. Lalu lewat pelatihan-pelatihan. Kita kan nanti ada kontrolnya,” tandasnya. (Dita Angga/Kiswondari)
Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyebut penurunan dilakukan agar tingkat keterjaringan CPNS tidak jeblok seperti tahun lalu karena banyak yang tidak lolos. Namun di sisi lain langkah tersebut jangan sampai menurunkan kualitas CPNS. Dengan demikian standar kompetensi yang diharapkan dari CNPS yang direkrut tetap sesuai dengan yang dibutuhkan.
SKD dimaksud meliputi tes karakteristik pribadi (TKP), tes inteligensia umum (TIU), dan tes wawasan kebangsaan (TWK). Ambang batas kelulusan pada 2019 ini adalah 126 untuk TKP, 80 TIU, dan 65 TWK. Pada seleksi CPNS 2018, nilai ambang batas SKD adalah 143 untuk TKP, 80 TIU, dan 75 TWK.
Seleksi CPNS 2019 ini meraih animo tinggi dari masyarakat. Sejak pendaftaran seleksi CPNS dibuka pada pukul 23.11 WIB (11/11/2019), sudah ada 425 ribuan pelamar membuat akun di sistem SSCASN. Hingga kemarin, sudah ada 382 instansi yang sudah membuka pendaftaran.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Refromasi Birokrasi (Menpan-RB) Tjahjo Kumolo menjamin, walaupun ambang batas nilai SKD CPNS 2019 lebih rendah, standar kualitas SDM aparatur negara tidak akan diturunkan. Dia kemudian menuturkan, tahun lalu ada instansi tidak mendapatkan pegawai karena tidak ada CPNS peserta seleksi yang berhasil lolos.
“Ada laporan untuk perkembangan ujian tahun lalu ada beberapa daerah enggak ada yang diterima, nggak ada yang lulus. Itu kan rugi, “ ujar dia di Istana Negara, Jakarta, kemarin.
Soal adanya penurunan ambang batas SKD, Tjahjo juga mengungkapkan adanya perubahan soal SKD. Salah satu perubahan dimaksud adalah dimasukkannya masalah kebangsaan ke dalam SKD.“Ini ada perubahan soal masalah kebangsaan, masalah pancasila. Secara prinsip tidak mengganggu hal-hal prinsip,” katanya.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan, ambang batas kelulusan SKD diturunkan agar hasil seleksi tidak jeblok seperti tahun 2018. Dia menyebut penurunan itu tidak akan berpengaruh terhadap kualitas CPNS karena kualitas soal meningkat. “Sama sekali tidak. Ini untuk menjaga agar jumlahnya 3 kali formasi. Terutama di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) tetap bisa terpenuhi,” ujar Bima melalui pesan singkatnya kemarin.
Dia menuturkan, soal SKD saat ini dibuat secara bertahap dengan kontrol yang lebih ketat dan lebih berkualitas. “Namun dengan tingkat kesulitan yang sama. Sudah divalidasi di beberapa lokasi tes untuk melihat akurasinya,” tutur dia.
Sementara itu Komisi II DPR mengaku dapat memahami bahwa Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menurunkan ambang batas kelulusan SKD. Apalagi jika kebijakan itu dibuat pasti didasarkan atas evaluasi penerimaan CPNS tahun-tahun sebelumnya.
Bagi DPR, yang terpenting adalah bagaimana menjaga transparansi dan kemurnian proses seleksi CPNS tersebut. “Tidak ada istilah titip-menitip. Jadi, selama transparan, prosesnya terbuka, bisa dipertanggungjawabkan, tidak ada unsur-unsur lain yang mereduksi proses kemurnian penerimaan CPNS. Kami tidak ada masalah soal standarnya,’’ kata Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa kepada KORAN SINDO di Jakarta kemarin.
Soal kapasitas dan kualitas ASN yang lolos nanti, politikus Partai NasDem itu mengatakan bahwa hal itu bisa disiasati pascapenerimaan CPNS. Dalam pandangannya, kapasitas dan kualitas ASN yang lolos itu bisa dibentuk lewat upgrading agau pelatihan-pelatihan yang cukup.
“Banyak dilakukan berbagai upgrading atau pelatihan terkait peningkatan kapasitas dan kapabilitas dari PNS yang sudah diterima. Itu yang penting,” katanya.
Selain itu, para ASN itu nantinya akan terikan dengan aturan-aturan yang ketat, serta adanya fungsi kontrol sehingga disiplin dan etos kerja bisa terbentuk.“Soal disiplin para CPNS kita nanti akan lebih atur yang mengikat mereka, disiplin bisa terbentuk. Lalu lewat pelatihan-pelatihan. Kita kan nanti ada kontrolnya,” tandasnya. (Dita Angga/Kiswondari)
(mif)