Ancam Kemerdekaan Pers, Dewan Pers Desak RKUHP Dikaji Ulang

Sabtu, 02 November 2019 - 22:01 WIB
Ancam Kemerdekaan Pers, Dewan Pers Desak RKUHP Dikaji Ulang
Diskusi publik Rancangan KUHP dalam Perspektif Kemerdekaan Pers di UPN Veteran Yogyakarta.
A A A
YOGYAKARTA - Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang tengah dikaji pemerintah dinilai akan mengancam kemerdekaan pers.

Anggota Dewan Pers, Agus Subagyo mengatakan RKUHP semestinya dibahas lagi secara komprehensif. Meskipun tidak di ulang dari awal namun kajian ulang penting dilakukan.

"Stakeholder seperti dewan pers dan kalangan pegiat media semestinya diajak berbicara," ulasnya saat diskusi publik Rancangan KUHP dalam Perspektif Kemerdekaan Pers di UPN Veteran Yogyakarta, Jumat (1/11/2019) sore.

Dia juga menyebut dalam RKUHP ada ranjau yang mematikan kebebasan pers. Di antaranya pasal yang telah digugurkan MK yaitu penghinaan presiden.

"Ada juga penghinaan terhadap pengadilan. Kalau ada karya jurnalistik yang mempertontokna majelis hakim atau jaksa mengantuk bisa dipidana karena menghina martabat. Maka sangat penting gerakan bersama agar RKUHP ini dikaji ulang," ulasnya.

Hal senada disampaikan komisi Hukum Dewan Pers, Agung Dharmajaya. Menurutnya DPR dan pemerintah semestinya terburu-buru melakukan akselerasi mengesankan RKUHP. "Buat semakin banyak uji publik terkait RKUHP terutama terkait pers, "katanya.

Dia juga melihat RKUHP yang akan disahkan sangat berbahaya. Pertama pers akan kehilangan daya kritis, publik takut melakukan. Kritik terhadap penguasa, KUHP akan digunakan pengusaha untuk lehitimasi semua kebijakan dan demokrasi akan hilang.

Sementara Ketua Bidang Hukum PWI DIY, Hudono mengungkapkan, dengan RKUHP menjadikan insan pers mudah dibidik pasal penghinaan dan pencemaran nama baik. Untuk itu perlu dipertegas perbedaan dimulai hukum antara karya jurnalistik dan bukan.

"Karena penghinaan sifatnya subjektif dan sulit diukur. Bisa jadi mengkritik dianggap menghina, ini kan berbahaya " paparnya.

Dia berharap persoalan sengketa pers diselesaikan dengan UU pers. Jangan sampai justru diselesaikan langsung secara pidana. "Banyak penyidik belum tahu (MoU dewan pers kapolri). Setelah melihat MoU Dewan Pers dengan Kapolri, baru diserahkan ke Dewan Pers," ulasnya.

Dalam kesempatan tersebut hadir pula praktisi Hukum UGM Sri Wiyanti Eddyono yang juga mengungkapkan kekhawatiran beberapa pasal untuk kebebasan pers.
(nun)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.5147 seconds (0.1#10.140)