HPSN Momen Pengingat Tragedi TPA Leuwigajah Renggut 157 Nyawa

Jum'at, 21 Februari 2020 - 22:32 WIB
HPSN Momen Pengingat Tragedi TPA Leuwigajah Renggut 157 Nyawa
Salah satu ritual di sela kegiatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) di eks TPA Leuwigajah, Kota Cimahi. Foto/SINDOnews/Adi Haryanto
A A A
CIMAHI - Kenangan mengerikan 15 tahun lalu saat longsor sampah di Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Leuwigajah, seakan masih membekas dibenak warga Leuwigajah, Kota Cimahi.

Betapa tidak, peristiwa yang menjadi bencana nasional tersebut, meluluhlantakan rumah warga di sekitar lokasi TPA dan mengakibatkan 157 orang tewas.

Kondisi paling parah terjadi di dua kampung, yakni Kampung Cillimus dan Kampung Pojok, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.

Dua kampung itu menjadi kuburan massal saat terjadi bencana pada 21 Februari 2005 pukul 02.00 WIB itu. Kepanikan pun menyeruak saat itu, apalagi longsor pn dibarengi dengan banjir yang merendam rumah warga.

"Kejadiannya sudah berselang 15 tahun lalu, tapi saya merasa itu baru kemarin terjadi," tutur salah seorang saksi peristiwa mengenaskan itu, Wahyu (40), Jumat (21/2/2020).

Pada saat kejadian, usianya barulah 25 tahun. Dia sangat merasakan duka yang mendalam mengingat ada 10 orang kerabat dekatnya yang menjadi korban.

Termasuk mendiang Ondo, yang tak lain adalah orang tua angkatnya. Kesepuluh kerabat dekatnya itu meninggal karena tertimbun berbagai macam jenis sampah. Yang mana saat itu TPA Leuwigajah menjadi pusat pembuangan sampah warga se-Bandung Raya.

Wahyu menceritakan beberapa saat hingga setelah peristiwa malam kelabu itu terjadi. Minggu, 20 Februari 2005 pukul 15.00 WIB, dirinya masih menjalankan aktivitasnya memungut sampah dari TPAS Leuwigajah.

Kemudian sekitar pukul 16.00 WIB turun hujan deras sehingga, dirinya memilih menyudahi untuk memungut sampah. Aktivitasnya dilanjutkan dengan bermain bola di lapangan Kampung Cilimus yang saat ini sudah menjadi ladang pohon pisan dan singkong.

Saat pulang ke rumah, dia mebdapati rumahnya kebanjiran. Setelah membersihkan rumah dia lalu berencana untuk melanjutkan rutinitasnya sebagai pemulung sampah di malam hari.

Namun, rasa lelah setelah membersihkan banjir di rumahnya itu membuat dia urung pergi ke TPAS Leuwigajah dan tertidur. Pada 21 Februari 2005 dini hari sekitar pukul 02.00 WIB, dia terbangun setelah mendengar ada warga teriak longsor.

Kemudian dia keluar rumah dan menuju lokasi TPA. Kondisinya sudah gelap, dimana Kampung Cilimus dan Kampung Pojok sudah tertimbun sampah. Sebenarnya sebelum peristiwa longsor besar terjadi, sampah dari TPAS Leuwigajah kerap mengalami longsor kecil.

Bahkan sempat menimbun kakak iparnya dan rupanya itu menjadi tanda akan ada kejadian longsor lebih besar.

"Saya tidak tahu apa orang tua angkat saya selamat atau tidak, karena saat itu yang selamat hanyalah istri dari alhmarhum Ondo. Pas pagi dicek, ternyata bapa angkat saya ikut jadi korban ketimbun," tutur dia.

Menurut Wahyu, setiap 21 Februari, saat digelar peringatan Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN), dirinya selalu teringat akan memori kelam tersebut.

Namun dirinya tidak mempersoalkan itu, sebab dengan peringatan tersebut menjadi sebuah alarm bagi manusia untuk tidak bermain-main dengan sampah. Sebab, jika tidak dikelola dengan baik, bencana seperti 15 tahun silam bisa saja terjadi dimanapun dan kapanpun.

Pegiat lingkungan dari Komunitas Get Plastic Dimas menyebutkan, HPSN yang digelar di eks TPA Leuwigajah, Cimahi, harus jadi pengingat betapa berpengaruhnya permasalahan sampah terhadap kehidupan. Tragedi kelam itu bukanlah bencana alam, melainkan bencana kemanusiaan yang ditimbulkan oleh kelalaian manusia.

"Kami berharap kegiatan (HPSN) bisa jadi pengingat dan contoh pihak lain untuk menjaga sampah dan kondisi lingkungan supaya tidak terjadi bencana," kata Dimas.
(awd)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
artikel/ rendering in 1.9634 seconds (0.1#10.140)