Kisah Raja Brawijaya V Menjadi Mualaf

Senin, 04 Mei 2015 - 05:00 WIB
Kisah Raja Brawijaya V Menjadi Mualaf
Kisah Raja Brawijaya V Menjadi Mualaf
A A A
Raja Brawijaya V adalah raja terakhir yang berkuasa di Majapahit. Dia naik tahta menggantikan ayahnya yang bernama Prabu Bratanjung.

Diakhir kekuasaannya sang raja yang bernama Bre Kertabhumi ini akhirnya konon memutuskan menjadi mualaf (masuk Islam) setelah mendapat nasihat dari Sunan Kalijaga.

Sebelum menjadi mualaf, Prabu Brawijaya V juga pernah menyatakan akan memeluk agama Islam saat menjamu tamunya Syekh Maulana Malik Ibrahim dan Raja Cermain di Istana Majapahit saat masih berkuasa.

Kedua tamunya itu datang untuk mengenalkan agama Islam kepadanya, dalam rombongan itu ada Dewi Sari, putri Raja Cermain yang cantik jelita.

Mendengar penjelasan para tamunya, Brawijaya V pun bersedia menjadi mualaf asalkan bisa menikahi Dewi Sari yang berwajah cantik dan elok.

Sang Prabu Brawijaya V kala itu seperti tertusuk belati yang tajam ketika pandangan matanya tertuju kepada Dewi Sari yang mengenakan pakaian kerudung.

Sehingga pengetahuan mengenai Islam yang disampaikan Syekh Maulana Malik Ibrahim ulama besar asal Turki itu hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri.

Syekh Maulana Malik Ibrahim ketika itu langsung menasihati Raja Majapahit tersebut agar mengurungkan niatnya menjadi pemeluk Islam.

"Tuan Prabu Brawijaya, dalam agama Islam terdapat suatu ajaran dilarang mencampuradukkan antara yang haq (benar) dan yang bathil (salah). Kami justru merasa kasihan dengan prabu jika dalam memeluk Islam merasa terpaksa lantaran berkeinginan dapat mengawini Dewi Sari, " kata Syekh Maulana Malik Ibrahim seperti dikutip dalam buku Buku Brawijaya Moksa, karya Wawan Susetya.

"Biarlah kami berdakwah kepada siapa saja yang mau menerima agama Islam dengan tulus dan ikhlas, " jelas Syekh Maulana Malik Ibrahim.

Lalu rombongan ulama asal Turki tersebut akhirnya pamit pergi meninggalkan Majapahit tanpa membawa hasil.

Upaya untuk mengislamkan Prabu Brawijaya V ini pun juga dilakukan keluarganya sendiri mulai dari permaisurinya, Ratu Dewi Dwarawati yang merupakan seorang muslimah hingga anak-anaknya sendiri dan para selirnya yang beragama Islam.

Sang permaisuri Ratu Dewi Dwarawati yang mempunyai anak Ratu Ayu Handayaningrat, Dewi Chandrawati, Raden Jaka Peteng, Raden Gugur (Sunan Lawu Argopura) dan Panembahan Brawijaya Bondhan Surati selalu berulang kali mengajak Brawijaya V untuk memeluk Islam tapi selalu gagal.

Bahkan menantu sang raja yang tergolong ulama besar Raden Rahmat alias Sunan Ampel (suami Dewi Chandrawati) juga tak mampu meluluhkan ketegaran Brawijaya V untuk mempertahankan agama lamanya.

Selain itu ulama besar dari Bukhara (Rusia Selatan) Syekh Jamaluddin Jumadil Kubra juga pernah mencoba berdakwah kepada sang Raja Majapahit, namun tetap saja tak berhasil.

Termasuk upaya yang dilakukan putra mahkotanya sendiri Raden Arya Damar (Adipati di Palembang) yang juga gagal mengislamkan Brawijaya V.

Adalah Pangeran Jimbun alias Raden Patah anak Brawijaya V dari selir Dewi Kian yang sangat peduli terhadap ayahandanya.

Raden Patah juga kerap berdakwah kepada kanjeng Ramanya tetapi tetap saja berulang kali mengalami kegagalan.

Konon ketegaran Prabu Brawijaya juga disebabkan saktinya dua penasihatnya Sabda Palon dan Naya Genggong yang selalu mendampinginya dan mencegahnya untuk masuk Islam.

Namun, Raden Patah tak kurang akal, kebetulan dia, memiliki penasihat di Keraton Demak Bintoro yaitu Sunan Kalijaga yang memiliki karomah luar biasa sehingga dapat diandalkan dalam memberikan pencerahan mengenai Agama Islam kepada Brawijaya V.

Kebetulan Sunan Kalijaga adalah menantu Sunan Ampel karena menikahi Dewi Khafshah, putri Sunan Ampel dengan Dewi Chandrawati. Dengan Demikian Sunan Kalijaga juga masih cucu Sang Prabu Brawijaya V.

Lalu diutuslah Sunan Kalijaga ke tempat pesanggrahan Prabu Brawijaya V di Gunung Lawu yang terkenal angker dan banyak dihuni makhluk halus tersebut.

Dalam Serat Darmoghandhul disebutkan bahwa Sunan Kalijaga ketika berdakwah menggunakan bahasa yang penuh metafora, simbolis atau pelambang kepada Prabu Brawijaya V.

Yakni dengan mengonteksualkan syariat, tarekat, hakikat, makrifat dengan persenggamaan antara suami istri.

Hal in bukan dimaksudkan menghina agama Islam, tetapi hanya dimaksudkan sebagai siasat agar Sang Prabu Brawijaya V berkenan mengucapkan dua kalimah syahadat. Karena prinsip utama dalam rukun Islam adalah syahadat.

Selain itu karena karomah Sunan Kalijaga kedua penasihat Brawijaya V, Sabda Palon dan Naya Genggong yang terkenal sakti mandraguna dan dapat menggerakan prajurit siluman menjadi tidak berdaya dihadapan Sunan Kalijaga.

Kemudian Prabu Brawijaya V mengisyarakatkan keinginannya untuk menjadi pemeluk Islam kepada Sunan Kalijaga.

"Ngger Kalijaga, sebelum aku memeluk Agama Islam, tolonglah potong rambutku ini, " kata Brawijaya kepada Sunan Kalijaga.

Melihat permintaan itu, Sunan Kalijaga masih memantapkan niat Raja Majapahir tersebut dengan berkata, " Wahai Gusti Prabu, jika Gusti Prabu meminta dipotong rambutnya, maka hendaknya berniat lahir dan batin akan mengucapkan kalimah syahadat yang berarti masuk Islam. Sebab, jika niat Gusti Prabu hanya lahirnya saja, tentu rambut Gusti Prabu tidak mempan saya potong," ujar Kalijaga.

Karena sebagai Raja Majapahit yang gemar melakukan tapa brata Sang Prabu dikenal sakti mandraguna.

"Kamu masih belum percaya padaku, Ngger Said, percayalah aku benar-benar telah lahir dan batin berniat memeluk agama Islam, " ujar Prabu Brawijaya.

Lalu Sunan Kalijaga berhasil mencukur rambut Sang Prabu Brawijaya V. Setelah itu Sang Prabu mandi besar sebagai isyarat kesungguhan memeluk Islam.

Sunan Kalijaga pun membimbing Prabu Brawijaya V untuk mengucapkan kalimah syahadat. Dengan mengucapkan kalimah syahadat berarti Sang Prabu benar-benar telah memeluk Agama Islam.

Masuknya Islam Prabu Brawijaya V di depan Sunan Kalijaga tak urung menyebabkan kemurkaan Sabda Palon dan Naya Genggong.

Namun keduanya tak bisa berbuat banyak dihadapan Sunan Kalijaga. Kedua penasihat spritual ini pun kemudian pergi meninggalkan Prabu Brawijaya V dengan mengeluarkan kutukan bahwa mereka akan kembali menguasai tanah Jawa 500 tahun lagi.

Setelah kepergian Sabda Palon dan Naya Genggong, maka Prabu Brawijaya V benar-benar menjalankan syariat Islam yang diajarkan Sunan Kalijaga.

Dalam pergulatannya menjalankan spiritual, konon Sang Prabu Brawijaya V sampai mengalami moksa, yakni hilang beserta raganya. Wallahualam bissawab.

Sumber : Buku Brawijaya Moksa, Detik-Detik Akhir Perjalanan Hidup Prabu Majapahit, Cetakan Satu Maret 2010, Wawan Susetya.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3141 seconds (0.1#10.140)