Syarifah Nawawi, Tokoh Pendidikan dari Bukittinggi

Sabtu, 02 Mei 2015 - 05:00 WIB
Syarifah Nawawi, Tokoh Pendidikan dari Bukittinggi
Syarifah Nawawi, Tokoh Pendidikan dari Bukittinggi
A A A
WANITA Minang pertama yang mengecap sistem pendidikan Eropa ini bernama Syarifah Nawawi. Idaman Tan Malaka ini dikenal sebagai pejuang dan tokoh pendidikan. Berikut kisahnya.

Syarifah Nawawi lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat, tahun 1896. Syarifah adalah buah hati dari pasangan Nawawi Soetan Makmoer, seorang guru terkenal di Kweekschool Bukittinggi, dengan Chatimah. Syarifah merupakan anak keempat dan putri ketiga dari sembilan bersaudara.

Bagi Nawawi Soetan Makmoer, pendidikan untuk anak sangat penting. Maka, anak-anaknya disekolahkan ke sekolah Eropa. Dua saudara perempuan Syarifah mendapat pendidikan privat di rumah.

Nawawi memasukkan Syarifah ke Europeesche Langere School (ELS), sekolah Belanda di Bukittinggi. Tamat dari sana, Syarifah melanjutkan pendidikan ke Kweekschool Bukittinggi, tempat ayahnya mengajar, pada tahun 1907.

Syarifah adalah satu-satunya murid perempuan di antara 75 orang murid sekolah itu di tahun 1908. Dengan demikian, Syarifah adalah gadis Minang pertama yang mencicipi sistem pendidikan sekolah Eropa.

Setamat dari Kweekschool Bukittinggi, Syarifah bersama saudaranya, Syamsiar, pindah ke Batavia. Sewaktu berlibur ke Cianjur, oleh temannya, Syarifah diperkenalkan kepada seorang bangsawan Sunda, R.A.A.M. Wiranatakoesoema, yang di kemudian hari menjadi suaminya. Mereka menikah pada bulan Mei 1916. Mulai tahun 1920 R.A.A.M. Wiranatakoesoema diangkat menjadi Regent Bandung.

Namun, rumah tangga mereka tidak berlangsung lama. Pada 17 April 1924, Wiranatakoesoema menceraikan Syarifah melalui telegram ketika Syarifah dan anak-anaknya sedang berlibur di Bukittinggi. Isi telegram itu melarang Syarifah kembali ke Bandung untuk memangku jabatan Raden Ayu Bandung. Syarifah dinilai kurang luwes dan kurang bisa menyesuaikan diri dengan tradisi tata hidup Sunda.

Atas keputusannya itu, Wiranatakoesoema mendapat banyak kecaman di koran Belanda maupun koran pribumi. Kecaman juga datang dari Haji Agus Salim.

Syarifah tegar menerima perceraian itu. Dia tidak dendam kepada mantan suaminya. Dia pun tidak penah menikah lagi dan menjadi single parent untuk tiga anaknya: Am, Nelly, dan Minarsih

Sebenarnya, Syarifah adalah wanita idaman Tan Malaka, teman sekolahnya di Kweekschool Bukittinggi pada tahun 1907. Namun, Tan Malaka bertepuk sebelah tangan, karena Syarifah tak pernah menanggapi surat-surat yang dikirim oleh Tan Malaka. Bahkan, setelah menjanda pun Syarifah tetap menolak Tan Malaka.

Setelah diceraikan suaminya pada tahun 1924, Syarifah dan anak-anaknya tinggal di Bukittinggi, sejak tahun 1924 hingga 1937. Ia memimpin sekolah De Meisjes Vervolg School (Sekolah Lanjutan untuk Anak Perempuan) sebagai kepala sekolah di kota itu.

Setelah kedua orangtuanya meninggal, pada tahun 1937 Syarifah kembali ke Batavia. Ia menyekolahkan anak-anaknya di Koning Willem III School Batavia. Aktivitasnya berlanjut dengan memimpin Sekolah Kemajuan Istri di Meester Cornelis.

Tahun 1938, keluarga Syarifah pindah ke sebuah rumah yang disewa sendiri di Jatinegara (Laan Bafadel 4). Tahun 1942, mereka pindah lagi ke Pegangsaan Barat, ke sebuah rumah keluarga Eropa yang akhirnya mereka warisi.

Meski ketiga anaknya masih berhubungan baik dengan ayahnya di Bandung, Syarifah tidak pernah mau menerima kembali bekas suaminya itu.

Saat Jepang masuk, Syarifah mengundurkan diri dari direktur Sekolah Kemajuan Istri. Namun, dia tetap berjuang memajukan pendidikan wanita dan anak-anak dan masuk ke Fujinkai, suatu organisasi wanita binaan Jepang.

Pada tanggal 11 Juli 1955, dia bersama teman-temannya mendirikan Yayasan Panti Wanita Trisula Perwari. Perwari adalah sebuah organisasi wanita pejuang Indonesia yang didirikan pada tahun 1945.

Syarifah tidak pernah berhenti mengabdi pada masyarakat melalui pendidikan dan memberikan pengajaran kepada anak-anak perempuan serta wanita muda yang tidak mampu. Bahkan, Syarifah merelakan rumahnya dijadikan tempat sekolah.

Syarifah Nawawi meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 17 April 1988. Meski teleh meninggal, sumbangsihnya yang tulus dan tak kenal lelah demi terangkatnya derajat anak-anak wanita miskin akan tetap dikenang.

Sumber: wikipedia dan http://salingkaminang.blogspot.com.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.8979 seconds (0.1#10.140)