Mengenang Pemberontakan Ulama di Banten 1926 (Bagian I)

Senin, 24 November 2014 - 05:05 WIB
Mengenang Pemberontakan Ulama di Banten 1926 (Bagian I)
Mengenang Pemberontakan Ulama di Banten 1926 (Bagian I)
A A A
PEMBERONTAKAN ulama dan jawara di Banten, pada bulan November tahun 1926, merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Inilah pemberontakan pertama kaum republikan dalam mendirikan Republik Indonesia.

Cerita Pagi kali ini akan mengulas peristiwa bersejarah yang mulai dilupakan itu. Sekaligus berusaha menjawab sejauhmana pemberontakan ulama dan jawara di Banten ini menjadi sangat penting bagi sejarah pergerakan kemerdekaan.

Banten abad ke-19 merupakan daerah yang sangat terbelakang dan miskin. Perkembangan sosial ekonomi yang terjadi di Jawa pada masa itu, tak berpengaruh di Banten. Hingga tahun 1920-an, Banten tetap tidak memiliki pabrik.

Tidak adanya pekerjaan, membuat banyak penduduk Banten yang pergi meninggalkan tanah kelahirannya untuk menjadi buruh di Jakarta, dan Sumatera. Namun begitu, tidak sedikit yang memilih tetap berada kampung, merawat ternak dan sawah.

Ketimpangan antara daerah Jawa dengan Banten, mengakibatkan adanya ketidakpuasan terhadap Pemerintah Kolonial Belanda. Namun, bukan hanya Banten yang merasakan kekecewaan itu, tetapi juga seluruh jajahan Hindia Belanda.

Memasuki awal abad ke-20, Serikat Islam (SI) masuk ke wilayah Banten. Tokoh kharismatik HOS Tjokroaminoto datang dalam rapat akbar di Pandeglang, sebagai pembicara utama. Kedatangan Tjokroaminoto membawa kesan mendalam bagi rakyat Banten.

Sejak saat itu, cabang SI Banten pun didirikan. Banyak tokoh agama, keturunan bangsawan, jawara, dan masyarakat umum yang menjadi anggota gerakan pembaharuan ini. Masuknya rakyat ke dalam SI, membawa harapan yang sangat besar.

Namun gerakan SI yang reformis mengecewakan rakyat Banten. Hal ini dimanfaatkan kubu merah dalam SI. Beberapa tahun setelah kedatangan Tjokroaminoto, Semaun juga datang ke Banten, berbicara dalam rapat umum.

Kedatangan Semaun ke Banten, disusul tokoh komunis lainnya, seperti Alimin dan Musso. PKI cabang Banten pun akhirnya resmi berdiri, pada tahun 1923. Pada awalnya, para ulama di Banten enggan bergabung dengan PKI, karena filsafat materialismenya.

Namun, itu hanya sementara. Program-program yang dimajukan PKI, serta kesungguhan partai itu membangun gerakan massa, mengubah sudut pandang mereka. Hingga akhirnya, banyak tokoh dan anggota SI yang bergabung dengan PKI.

Para ulama yang bergabung dengan PKI Banten antara lain Tubagus KH Achmad Chatib, Tubagus H Abdulhamid, KH Mohammad Gozali, Tubagus KH Abdul Hadi, Puradisastra (kakak Sukaesih), Alirachman (Aliarcham), dan Tubagus Hilman.

Masuknya para ulama Banten dalam PKI, membuat para petani di Banten ikut bergabung dengan PKI dan meninggalkan SI. Mereka mengikuti pemimpinnya, dan ingin mencapai kemerdekaan Indonesia segera, sesuai dengan program PKI.

Bersambung ke tulisan selanjutnya..
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6952 seconds (0.1#10.140)