Cara Dewi Nur Cahyaningsih Memutus Mata Rantai Anak Jalanan

Rabu, 11 Januari 2017 - 09:32 WIB
Cara Dewi Nur Cahyaningsih Memutus Mata Rantai Anak Jalanan
Cara Dewi Nur Cahyaningsih Memutus Mata Rantai Anak Jalanan
A A A
SEMARANG - Dewi Nur Cahyaningsih (22), mahasiswi Semester VIII Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, sudah enam tahun terakhir bergelut dengan persoalan anak jalanan.

Berawal dari penelitian, dia turun langsung berbaur hingga akhirnya jatuh cinta pada bidang yang ditekuni. Dewi akhirnya juga memperoleh fakta, anak-anak jalanan di Kota Semarang khususnya kawasan Tugu Muda, ternyata beregenerasi. Bahkan, ternyata faktor anak-anak turun ke jalan alias menjadi anak jalanan karena disuruh orang tuanya.

"Jadi perlu memutus mata rantainya," ungkap Dewi saat berbincang dengan KORAN SINDO, di SMA 3 Semarang, Selasa (10/1/2017).

Dia bercerita, awal terjun ke dunia anak jalanan pada 2011. Saat itu juga dalam rangka Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia Bidang IPS Humaniora.

Dewi mulai berbaur dengan anak-anak jalanan di kawasan Tugu Muda Semarang, berkenalan dengan preman Pasar Bulu. Saat itu, Dewi berpartner dengan temannya bernama Faradiba.

Di tengah perjalanan itu, tercetuslah ide membuat Koperasi Anak Jalanan (Kopaja). Dia mengajarkan apa itu simpanan wajib, simpanan pokok, hingga simpanan sukarela.

Modal awalnya Rp15.000, dikumpulkan dari beberapa anak yang mengamen. Uang itu dibelikan Dewi aneka gorengan hingga es susu untuk dijual lagi. Ternyata berhasil. Modal itu, lambat laun bisa jadi Rp500 ribu. Ini juga yang membuat beberapa anak jalanan lain tergerak untuk bergabung.

Otomatis, dengan banyaknya dagangan semakin sedikit waktu mereka untuk mengamen, sebab waktunya habis untuk berdagang.

"Tapi, SHU (Simpanan Hasil Usaha) dibagi tiap hari, hehe. Karena menyesuaikan kebutuhan mereka. Mulai dari Rp 5.000 per anak sampai Rp25 ribu dari sekali jualan," lanjutnya.

Dari situ, Dewi kemudian tahu orang tua dari anak jalanan itu dan tempat tinggalnya, yakni di Kawasan Gunung Brintik Semarang, Kompleks Bergota.

Dewi bersama teman-temannya mencoba masuk dan berhasil. Itu dimulai 2013, ketika awal kuliah. Ibu-ibu di sana, diajarkan bagaimana cara membuat kue hingga menjualnya. Dinamai Wirausaha Online Gunung Brintik.

"Di sinilah mata rantai harus diputus, kami mencoba untuk itu," tambah gadis asli Semarang yang berulang tahun tiap 24 Juli ini.

Saat ini, Dewi tetap aktif membentuk tim PKM Dynamic Learning, pernah jadi Finalis Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara 2015.

Dewi adalah founder dan CEO Dynamic Learning Social Entrepreneurship Project, Pembimbing Penelitian di SMP 1 dan SMA 3 Semarang dan Tim Social Mapping CSR Pertamina.

Dewi tetap semangat di bidang ini. Meskipun sempat dicurigai sebagai anggota Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) saat mengembangkan kegiatannya itu di Sleman, Yogyakarta.

"Sekarang jumlah anggota organisasi saya ada 32 orang. Total anak-anak yang pernah kami bimbing ada 67 anak, ibu-ibu ada 12 orang," pungkasnya.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8449 seconds (0.1#10.140)