Tolak Tarif UWTO Buruh Ajak Turun ke Jalan

Senin, 31 Oktober 2016 - 17:57 WIB
Tolak Tarif UWTO Buruh Ajak Turun ke Jalan
Tolak Tarif UWTO Buruh Ajak Turun ke Jalan
A A A
BATAM - Sejumlah elemen masyarakat di Batam menolak pemberlakuan PMK 148/2016 dan Perka BP Batam 19/2016 yang mengatur kenaikan tarif layanan lahan dan Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO). Tak hanya pengusaha, anggota DPRD, DPD, LSM, kalangan buruh, hingga pemilik rumah dan ruko, menolak kenaikan tarif UWTO.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kepri Syaiful Badri menilai kenaikan tarif UWTO akan menambah beban buruh karena buruh dan dunia investasi tak bisa dipisahkan. "Jika beban investasi berat karena kenaikan UWTO, pengusaha akan mengeluarkan kebijakan untuk menyiasatinya. Bisa-bisa buruh akan hilang pekerjaan karena biaya investasi besar," kata Saiful kepada KORAN SINDO BATAM, Minggu sore 30 Oktober 2016.

Selain itu, kenaikan tarif UWTO tersebut akan memicu biaya hidup yang tinggi di kalangan buruh. Saat ini, kata Syaiful, banyak buruh tinggal di rumah kontrakan. Hanya sebagian yang memulai membeli rumah sederhana. Jika tarif UWTO naik, terutama tarif perpanjangan, maka pemilik kontrakan akan menaikkan sewa rumahnya.

"Jadi imbasnya kepada buruh dan masyarakat yang akan menanggung biaya yang mahal," ujarnya.

Syaiful pun mengajak semua kalangan bersatu turun ke jalan menolak UWTO. Pihaknya, katanya, berencana akan menggelar aksi turun menolak tarif UWTO, 9-10 November mendatang.

"Aksi turun ke jalan untuk semua kepentingan masyarakat Batam. Ayo dukung kegiatan ini, semua masyarakat harus turut memperjuangkan UWTO ini agar dihapuskan, jangan tanggung-tanggung memperjuangkannya," ujar Syaiful.

Dia mengatakan, jangan hanya UWTO yang dihapuskan, sekalian saja BP Batam juga harus dibubarkan. "Saya tidak mengatakan menolak, tapi hapuskan. Kalau bisa BP Batam juga dibubarkan," katanya.

Penolakan kenaikan tarif UWTO juga datang dari kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Aliansi LSM Batam menilai kebijakan BP Batam terkait kenaikan tarif baru UWTO tidak masuk akal.

Menurut penasehat Aliansi LSM Batam Tomson Siregar, saat para perwakilan rakyat mulai DPD RI, DPR RI, Gubernur, DPRD Provinsi dan Kota, meminta tarif ditinjau ulang, harusnya suara-suara itu didengar BP Batam.

"Tarif UWTO ini tidak masuk akal lagi. Apabila suara mereka tidak didengar oleh pemerintah pusat, bagusnya instansi perwakilan rakyat itu dibubarkan saja. Warga meminta supaya Presiden Jokowi Widodo untuk mengevaluasi tarif UWTO tesebut," ujar Thomson.

Thomson menuturkan, BP Batam merupakan mafia lahan yang sebenarnya karena menyusahkan warga. "Kenaikan UWTO ini merupakan keresahan masyarakat, sekarang masalah ini sudah jadi pembicaraan semua masyarakat Batam," katanya.

Sekjen Aliansi LSM Batam Sabaruddin menambahkan, pusat sudah seharusnya meninjau ulang kenaikan tarif UWTO tersebut. Dia menuturkan, masyarakat tidak menginginkan kenaikan tarif baru ini karena tidak masuk akal. Wajar bila semua elemen masyarakat ramai-ramai menolak.

"Seharusnya pemerintah pusat meninjau dan mencabut tarif UWTO BP Batam ini. Masyarakat mau ke mana lagi mengadu masalah UWTO ini," kata Sabaruddin.

Ketua Aliansi Rakyat Batam Bergerak Edy Susilo juga mengecam penerbitan PMK 148/2016 dan Perka BP Batam 19/2016 itu. Menurutnya, aksi demonstrasi yang akan mereka gelar besok merupakan bentuk perlawanan kepada Kepala BP Batam.

"Kami akan mengorbankan apa saja, termasuk nantinya rencana akan menjahit mulut," ucapnya.

Kata dia, demontrasi akbar ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Batam, tetapi juga akan diikuti mantan wali kota Batam, Huzrin Hood sebagai tokoh Provinsi Kepri dan tokoh-tokoh lainnya. Untuk itu, sambungnya, dia juga mengajak kepada masyarakat Batam yang ingin bergabung untuk ikut berunjukrasa, 1 November besok.

"Silakan saja ikut bagi masyarakat yang mau bergabung, ini guna kepentingan bersama agar Batam bisa lebih maju lagi dalam pembangunan serta perbaikan ekonomi daerah kita," ungkapnya.

Edy menuturkan, selama ini masyarakat Batam telah dibebani dengan dua pungutan, yakni pembayaran pajak PBB dan pembayaran UWTO. Padahal sambungnya, Batam termasuk didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Daerah kita bukan negara asing, kenapa diterapkan dua pembayaran pajak. Kami juga akan meminta BP Batam memberikan insentif untuk pengurangan UWTO bila perlu dihapuskan," tegasnya.

Edy mengatakan, mereka juga akan menyegel kantor BP Batam secara simbolis. Selain itu, akan dibuat tenda besar yang nantinya tidak akan dibongkar sampai tuntutan mereka PMK 148/2016 dibatalkan. "Relawan kami di sana akan menginap sampai pencabutan PMK 148/2016," ungkapnya.

Direktur Humas dan Promosi BP Batam Purnomo Andiantono yang dikonfirmasi soal penolakan warga soal tingginya tarif UWTO mengatakan, masyarakat memiliki hak menolak. Namun pihaknya tetap menjalankan peraturan yang telah dikeluarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani tersebut.

"Kita kan menjalankan peraturan. Sebelum peraturan diubah ya kita mesti jalankan. Kalau enggak ya kena audit BPKP (Badan Pengawas Keuangan dan Pembuangan)," katanya, kemarin.

Dia mengatakan, kenaikan tarif UWTO yang tertuang dalam Perka BP Batam Nomor 19 Tahun 2016 sudah sepenuhnya mempertimbangkan kepentingan masyarakat. BP Batam sudah membuat klasifikasi lahan, selain berdasarkan kelurahan juga berdasarkan besaran lahan.

"Jika ada masyarakat yang keberatan, dipersilakan protes melalui mekanisme dan jalurnya," ujarnya.

Sebelumnya, Kepala BP Batam Hatanto Reksodipoetro juga mempersilakan para senator Kepri untuk menolak PMK 148/2016 terkait kenaikan UWTO. Penolakan itu dinilai sebagai bagian dari demokrasi dan merupakan hak senator untuk menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah.
(sms)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6186 seconds (0.1#10.140)