Andi Djemma, Pejuang Luwu yang Kobarkan Perang terhadap Belanda

Sabtu, 15 Oktober 2016 - 05:00 WIB
Andi Djemma, Pejuang Luwu yang Kobarkan Perang terhadap Belanda
Andi Djemma, Pejuang Luwu yang Kobarkan Perang terhadap Belanda
A A A
Andi Djemma dilahirkan di Palopo, Luwu. Ia hanya sempat mengenyam pendidikan hingga tingkat sekolah dasar. Ibunda Andi Djemma, yakni Andi Kombo merupakan pemimpin kerajaan Luwu.

Namun menjelang tahun 1906, Belanda berhasil menaklukan kerajaan itu. Sebagai calon datu, ia mempelajari segala hal mengenai pemerintahan dan tradisi kerajaan dari sang ibu serta pejabat-pejabat tinggi istana.

Pada tahun 1919, ia memegang jabatan setingkat wedana di Kolaka. Amanah itu diembannya hingga tahun 1923. Setelah itu ia kembali ke kota kelahirannya, Palopo dan dipersiapkan untuk menjadi datu.

Sementara itu, ia mulai mengenal paham nasionalisme. Ia dipercaya memimpin sebuah organisasi yang merupakan cabang dari sebuah partai politik di Jawa. Sejak itulah, pemerintah kolonial Belanda mengawasi kegiatan Andi Djemma.

Pada saat Andi Kombo meninggal dunia di tahun 1935, golongan yang pro-Belanda berusaha menghalang-halangi pengangkatan Andi Djemma sebagai datu Kerajaan Luwu.

Namun, karena dukungan dari rakyat Luwu, usaha itu pun berhasil digagalkan. Mereka mengancam akan mengadakan kerusuhan jika Andi Djemma tidak diangkat menjadi datu.

Selama menjadi datu, organisasi kebangsaan dan agama seperi Partai Serikat Islam Indonesia (PSII) dan Pendiri Muhammadiyah 1912 Muhammadiyah diberinya lebih banyak ruang untuk menjalankan kegiatannya di Kerajaan Luwu. Meski pun kebijakannya itu kurang disenangi oleh para pemangku adat kerajaan.

Sebagai seorang pemimpin daerah yang memiliki nasionalisme tinggi, ia menyambut baik terselenggaranya Proklamasi Kemerdekaan yang sekaligus menandai berdirinya Negara Republik Indonesia (RI).

Setelah kemerdekaan diproklamirkan, ia mengeluarkan pernyataan bahwa kerajaan Luwu merupakan bagian dari negara RI.

Untuk menyatukan sikap dan menentang kembalinya kekuasaan Belanda, pada September 1945, ia memprakarsai pertemuan raja-raja Raja Gowa ke-16, dinobatkan pada tahun 1653
Sulawesi Selatan di Watampone.

Tak hanya itu, ia juga merestui pembentukan badan-badan perjuangan di Palopo, khususnya dan daerah Luwu pada umumnya. Badan-badan tersebut antara lain Pemuda Nasional Indonesia (PNI) dan Pemuda Republik Indonesia.

Sementara itu, pada November 1945, pasukan Australia yang mewakili tentara Sekutu tiba di Palopo. Kedatangan mereka bermaksud untuk melucuti tentara Jepang.

Pada mulanya hubungan antara pasukan Australia dan Andi Djemma berjalan tanpa masalah. Namun belakangan masalah baru timbul ketika pihak Australia atas desakan Belanda melarang pengibaran bendera Merah Putih.

Selain itu, patroli ke luar kota mulai dilakukan pasukan Belanda. Andi Djemma pun mengeluarkan ultimatum untuk mengusir tentara Belanda dalam waktu 2x24 jam.

Namun Belanda tidak mengindahkan ultimatum tersebut, maka terjadilah pertempuran dalam kota pada 23 Januari 1946. Meski pun pada mulanya merasa terdesak, akhirnya Belanda dapat menguasai kota Palopo setelah mendatangkan jumlah pasukan yang jauh lebih besar.

Andi Djemma meninggalkan kota setelah didesak pejabat-pejabat pemerintahan. Setelah dari Palopo, ia menuju Sulawesi Tenggara untuk kemudian membangun pusat pemerintahan di sebuah desa yang bernama Latou atau yang yang lebih dikenal dengan nama Benteng Batuputih. Tempat itu terbilang cukup strategis namun sulit untuk dijangkau musuh.

Dibentuklah sekelompok pasukan yang diberi nama Pembela Keamanan Rakyat (PKR) Luwu. PKR yang didirikan pada bulan Maret 1946 itu beranggotakan semua unsur perlawanan bersenjata.

Keberadaan Andi Djemma di Batuputih berhasil diketahui Belanda. Pada bulan Mei 1946, beberapa kali Belanda mencoba merebut Batuputih melalui jalan laut namun usaha itu mengalami kegagalan.

Akan tetapi, di luar dugaan pasukan PKR, Belanda berhasil memasuki benteng Batuputih dari arah belakang melalui jalan yang sulit ditempuh.

Andi Djemma beserta keluarga dan para pejabat pemerintahan Luwu ditahan. Andi Djemma dibawa ke Palopo kemudian dipindahkan ke Selayar. Ia pun harus menjalani pengasingan di Ternate, setelah hukuman dijatuhkan pada 3 Juli 1948, namun hal itu tidak berlangsung lama.

Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, Andi Djemma dibebaskan. Setelah bebas ia kembali ke Makassar pada bulan Maret 1950.

Jabatan sebagai Kepala Pemerintahan Swapraja Luwu pun dipercayakan pemerintah RI padanya. Andi Djemma menutup mata untuk selama-lamanya pada 23 Februari 1965 di Makassar.

Atas jasa-jasanya kepada negara, Andi Djemma dianugerahi gelar pahlawan Nasional berdasarkan SK Lihat Daftar Presiden Republik Indonesia Presiden RI No. 073/TK/Tahun 2002.

sumber:

wikipedia
tokohindonesia
diolah dari berbagai sumber
(nag)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0762 seconds (0.1#10.140)