Semarang Nol Kilometer, Pusat Kota yang Terlupakan

Sabtu, 21 November 2015 - 05:00 WIB
Semarang Nol Kilometer, Pusat Kota yang Terlupakan
Semarang Nol Kilometer, Pusat Kota yang Terlupakan
A A A
Menyebut Semarang Nol Kilometer, mungkin saja orang akan menuju ke sebuah kawasan vital yang dikenal Simpang Lima. Berbagai alasan dilekatkan ke kawasan itu sebagai pusat kota. Mulai dari adanya Masjid Raya Baiturrahman di Jalan Pandanaran, pusat-pusat perbelanjaan yang berdiri megah, hingga lokasinya yang dekat dengan kantor-kantor pemerintahan.

Selain Simpang Lima, frame umum masyarakat mungkin saja menerka-nerka Tugu Muda sebagai titik nol kilometer. Alasannya bisa saja karena kawasan itu merupakan kawasan terkenal di Semarang dengan cerita sejarah di balik kegagahan Tugu Muda atau bangunan Lawang Sewu yang berada tak jauh di dekatnya.

Namun, siapa mengira kalau titik Semarang Nol Kilometer bukan terletak di dua kawasan vital Kota Semarang itu. Karena, sebenarnya titik penanda pusat Kota Semarang itu berada di sebuah taman di ujung Jalan Pemuda. Letaknya tepat di tengah-tengah antara dua bangunan besar: Gedung Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah (DPPAD) Provinsi Jawa Tengah dan Gedung Keuangan Negara (GKN) Semarang .

"Lah, saya malah tidak tahu Mas kalau tugu kecil di depan saya itu adalah titik nol kilometer Semarang. Memang sih biasanya banyak anak-anak muda sering foto-foto di dekat situ, ada yang mengusap-usap tugunya, tapi saya tidak tahu itu apa maksudnya," ujar perempuan muda penjual angkringan yang letaknya tepat di depan tugu tersebut.

Begitupun yang diungkapkan oleh Nurul Iman, seorang mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Diponegoro ketika mendengar Nol Kilometer Kota Semarang. Ia hanya menerka kalau titik itu berada di daerah Kota Lama.

"Nol Kilometer itu di Kota Lama, mungkin dekat Jembatan Berok, tapi letak pastinya di mana saya tidak tahu," kata mahasiswa asal Pemalang tersebut.

Tak perlu heran jika penanda ini jarang diperhatikan oleh masyarakat. Ketidaktahuan menjadi faktor pemicu, selain karena kawasan sekitar Tugu Nol Kilometer Semarang itu bukanlah suatu kawasan yang ramai.

Sekilas, tugu mungil yang dipagari besi dan taman kota itu tak akan terlihat jika tidak benar-benar jeli melihatnya. Bagaimana tidak? Hampir tidak ditemukan penanda lain yang menyebutkan bahwa titik tersebut dahulunya pernah menjadi pusat Kota Semarang yang kini berpindah ke Simpang Lima.

Selain itu, redupnya lampu penerang di sekitar kawasan menambah kesan terabaikan penanda jarak antarkota itu.

"Jika melihat penanda seperti ini di Semarang misalnya; Ungaran 26 KM, maka jarak kota tujuan itu diukur dari tugu mungil tersebut, ya diukur dari pusat Kota Semarang," kata penulis buku Kota Semarang Selintas Pandang: 100 Foto Kota Semarang Lama dan Baru (1993), Jongkie Tio.

Ia menceritakan, terkait letak tanda ini tentu saja tidak terlepas bahwa pusat Kota Semarang tempo dulu adalah berada di wilayah Kota Lama, wilayah terdapat Pasar Johar, Masjid Agung Kauman, dan bekas alun-alun yang kini berubah menjadi pusat perbelanjaan Yaik dan Kanjengan.

"Ya, pada masanya, urat nadi perdagangan melalui pelabuhan Semarang berdampingan dengan kawasan Kota Lama, seperti sebutan Venesia Timur bagi Semarang yang mengacu bahwa Kali Berok dulunya adalah sungai transportasi yang ramai kegiatan perdagangan, kapal-kapal barang bisa memasuki kota melalui sungai ini," kata pria yang lebih senang disebut sebagai pencerita sejarah Semarang ini.

Namun, patut disayangkan, kini kawasan yang terletak di ujung Jalan Pemuda ini justru lebih terkenal sebagai langganan banjir akibat rob air laut. Terlebih ketika memasuki musim hujan, penanda pusat Kota Semarang ini seakan berubah fungsi simbol pusat kota.

Rob tinggi yang menggenangi akan ditimpali dengan keluh kesah apa saja yang menyeret makna bahwa kawasan itu dahulu adalah jantung perdagangan Ibu Kota Jawa Tengah ini.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.1643 seconds (0.1#10.140)