Tarif BM Impor Naik

Selasa, 28 Juli 2015 - 10:19 WIB
Tarif BM Impor Naik
Tarif BM Impor Naik
A A A
Pemerintah mengklaim kebijakan menaikkan tarif bea masuk (BM) impor barang konsumsi dapat menambah isi kocek negara sebesar Rp800 miliar hingga akhir tahun ini.

Selama ini pendapatan pemerintah dari BM impor berkisar dari Rp35 triliun hingga Rp38 triliun per tahun. Sebelumnya pemerintah mematok pendapatan BM impor tahun ini sebesar Rp38 triliun, berarti bakal meningkat menjadi Rp38,8 triliun.

Sayangnya, kebijakan tersebut mendapat protes keras dari kalangan importir yang mengaku tidak diajak bicara sebelum kebijakan itu diterbitkan. Pemerintah mengakui penambahan pendapatan tersebut memang tidak signifikan karena kebijakan itu lebih diprioritaskan pada perlindungan industri di dalam negeri.

Penambahan pendapatan hanya salah satu dampak positif untuk anggaran negara. Namun, ada pertanyaan mendasar sejauh mana langkah pemerintah membendung masuknya barang impor secara ilegal, melalui pelabuhan tikus atau pelabuhan tidak resmi yang jumlahnya ratusan dan menjadi pintu utama masuknya barang ”haram”? Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 132/PMK.010/2015 sejumlah barang impor akan mengalami kenaikan harga alias mahal, menyusul kenaikan tarif BM impor yang bervariasi dari 10% hingga 150%.

Hal itu bisa memicu masuknya impor ilegal. Pemerintah menilai kenaikan harga tersebut wajar-wajar saja, yang penting dengan kebijakan tersebut dapat melindungi dan mendorong tumbuhnya industri dalam negeri.

Kebijakan tersebut, sebagaimana dipaparkan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suahasil Nazara pekan lalu, sudah disiapkan sejak awal tahun menyusul perkembangan industri manufaktur yang sedang loyo sepanjangtahunini, sementara konsumsi barang impor terus melonjak.

Untuk memberi nafas segar industri dalam negeri memang salah satu langkah yang ditempuh dengan menaikkan tarif BM impor. Pemerintah meyakini meski kebijakan tersebut mendongkrak harga barang impor, tak akan berpengaruh secara signifikan kepada masyarakat.

Kebijakan tersebut hanya menyasar barang konsumsi, mulai dari makanan dan minuman, peralatan rumah tangga, alatalat kesehatan, alat musik, yang pada intinya tidak menyangkut kebutuhan dasar masyarakat. Selain itu, kebijakan yang diumumkan pekan lalu juga tidak menyentuh tarif BM impor untuk bahan baku atau penolong.

Karena itu, pihak Kementerian Perindustrian menilai kebijakan tersebut sebagai angin segar buat industri di dalam negeri. Sambutan positif juga berembus dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi).

Ketua Umum Gapmmi tak bisa menyembunyikan kegembiraannya dengan memuji langkah pemerintah menaikkan tarif BM impor untuk barang konsumsi yang selama ini banyak tidak tersentuh BM.

Terlepas dari target kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif BM impor barang konsumsi untuk melindungi industri di dalam negeri, ternyata tarif BM impor sejumlah barang konsumsi yang masuk ke Indonesia tercatat salah satu yang terendah di dunia. Karena itu, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro tak gentar menghadapi protes bila nanti ada negara mitra dagang yang keberatan.

Dengan tarif BM impor yang wajar, Menkeu menilai tidak ada alasan untuk mencap Indonesia sebagai negara proteksionis dalam urusan perdagangan. Sekarang kita menunggu bagaimana respons dari para pelaku industri di dalam negeri.

Logika yang dibangun pemerintah memang benar bahwa menaikkan tarif BM impor bakal memberi ruang gerak bagi industri di dalam negeri untuk meningkatkan produksi yang berdaya saing.

Masalahnya, harga barang impor yang mahal akankah berpengaruh signifikan terhadap konsumen untuk beralih pada barang produksi industri di dalam negeri? Kita berharap kebijakan menaikkan tarif BM impor tidak dipersoalkan oleh negara mitra dagang Indonesia dan pemerintah segera menyusulkan kebijakan yang lebih konkret untuk menghidupkan daya saing industri di dalam negeri misalnya kebijakan menurunkan suku bunga kredit perbankan yang sangat tidak bersahabat dengan dunia usaha yang tiada henti dikeluhkan pengusaha.

Selama ini pemerintah baru sebatas nyolek-nyolek kepada bankir untuk menurunkan suku bunga kredit.
(bhr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6737 seconds (0.1#10.140)