Ternyata Rumusan Pancasila Soekarno Tidak Orisinil

Jum'at, 29 Mei 2015 - 05:05 WIB
Ternyata Rumusan Pancasila Soekarno Tidak Orisinil
Ternyata Rumusan Pancasila Soekarno Tidak Orisinil
A A A
SIDANG Dokuritsu Zyunbi Tyoshakai atau Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPKI) pada 29 Mei-1 Juni 1945 diikuti oleh 62 tokoh pergerakan kemerdekaan dari seluruh Indonesia.

Agenda sidang itu khusus membahas dasar negara Indonesia yang baru diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Mohammad Yamin merupakan tokoh pertama yang mendapat kehormatan untuk berbicara pada sidang pertama 29 Mei 1945.

Dalam pidatonya, Mohammad Yamin berbicara tentang lima dasar negara Indonesia yang terdiri dari Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri ke Tuhanan, Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.

Pidato Mohammad Yamin itu diberi judul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia. Naskah pidato ini memiliki panjang 20 halaman, dan tidak mendapat sambutan meriah dari anggota sidang.

Setelah dipaparkan secara lisan, kelima dasar negara itu diajukan kepada sidang secara tertulis. Susunan kelima dasar tertulis itu mengalami perubahan yang telah disempurnakan.

Dimulai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kebangsaan Persatuan Indonesia, Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Setelah Mohammad Yamin, anggota BPUPKI lainnya juga mengutarakan pikiran mereka tentang dasar negara. Dua nama di antaranya yang perlu dicatat adalah Prof Supomo dan Ir Soekarno.

Supomo berbicara dalam sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945. Senada dengan Yamin, Supomo mengajukan lima dasar negara. Secara umum tidak ada perbedaan mendasar antara dasar negara menurut Yamin dan Supomo.

Terdiri dari Ketuhanan yang Maha Esa, Kerakyatan yang Berdasarkan Permusyawaratan Perwakilan, Pemerataan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, dan Kemakmuran Indonesia dalam Ikatan Asia Timur Raya.

Sementara Soekarno berpidato di akhir sidang BPUPKI, pada 1 Juni 1945. Saat itu, Soekarno masih belum memberi judul pidatonya. Paparannya saat itu, mirip dengan yang telah disampaikan oleh Mohammad Yamin dan Supomo.

Soekarno mengusulkan lima dasar negara yang terdiri dari Kebangsaan Indonesia, Internasionalisme atau Perikemanusiaan, Mufakat atau Demokrasi, Kesejahteraan Sosial, dan Ke Tuhanan.

Selain mirip dengan yang disampaikan Yamin dan Supomo, pidato Soekarno juga memiliki panjang yang sama dengan pidato yang disampaikan Mohammad Yamin, pada 29 Mei 1945, yakni sepanjang 20 halaman.

Dua tahun setelah pidato Soekarno disampaikan, pidato Soekarno diterbitkan dalam sebuah buku kecil dengan judul Lahirnya Pancasila. Sejak tahun 1947 itu lah, pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 dikenal sebagai Lahirnya Pancasila.

Dalam buku Tujuh Bahan Pokok Indoktrinisasi disebutkan, Lahirnya Pancasila merupakan pidato pertama tentang Pancasila dalam sidang BPUPKI yang disampaikan oleh Soekarno pada 1 Juni 1945.

Keterangan ini kontan menimbulkan tanda tanya, sebab tiga hari sebelum Soekarno, Mohammad Yamin telah menemukan Pancasila dalam pidatonya yang diberi judul Azas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia, pada 29 Mei 1945.

Senada dengan Yamin, Supomo dan anggota-anggota BPUPKI lainnya yang mendapat giliran berpidato juga telah melengkapi dan memperkuat dasar negara yang diungkapkan pertama kali oleh Yamin.

Menurut Mohammad Roem, pidato Soekarno yang tanpa judul pada 1 Juni 1945 itu merupakan rangkuman dari berbagai pemikiran dan pendapat dari anggota-anggota BPUPKI yang berpidato sebelumnya.

"Kalau ada yang harus kita akui asli dari Ir Soekarno sendiri adalah nama kelima dasar itu, yaitu Pancasila," ungkap Mohammad Roem, dalam kumpulan tulisan berjudul Bunga Rampai Sejarah II, halaman 277.

Dengan demikian, tidak benar apa yang disebutkan selama ini bahwa penggali Pancasila adalah Soekarno seorang. Sampai di sini ulasan Cerita Pagi tentang Lahir Pancasila sebagai dasar negara Indonesia diakhiri, semoga bermanfaat.

Sumber tulisan:
Mohamad Roem, Bunga Rampai dari Sejarah II, Bulan Bintang, 1988.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5250 seconds (0.1#10.140)