Lebih Dekat dengan Barong Sekeloa

Kamis, 14 Mei 2015 - 07:25 WIB
Lebih Dekat dengan Barong Sekeloa
Lebih Dekat dengan Barong Sekeloa
A A A
MEREKA membawa boneka kepala singa tapi bukan Barongsai. Gerakan mereka lincah seperti Wong Fei Hung, tapi bukan kungfu.

Perkenalkanlah kelompok Ulin Barong yang sudah hidup tiga generasi di Kelurahan Sekeloa, Kecamatan Coblong, Kota Bandung.

Ya, bentuk kesenian rakyat yang ditampilkan para sinatria dari Paguron Panggugah Seni Rudat Buhun- Barong Sekeloa memang masih kuat mengacu pada bentuk warisan leluhur mereka. Bahkan saat mengamati arsip foto dokumentasi kesenian rakyat era 1980-1990, bentuk kesenianBarong Sekeloa tak mengalami banyak perubahan.

Sekilas, boneka singa besar yang mereka mainkan memang mirip dengan kesenian Barongsai dalam film Once Upon A Time In China yang melibatkan aktor ternama Jet Lee. Namun dalam pola, gerakan barong yang dimainkan para sinatria itu tak seagresif para pemain barongsai dari Negeri Tirai Bambu. Pola permainan Barong Sekeloa lebih fokus pada gerakan lembut dengan mengangguk-anggukan kepala barong ke bawah, kiri, kanan, dan sesekali menengadah.

Meski tak sefamiliar tarian tradisi Barongsai asal Tiongkok, kesenian rakyat asli Sekeloa ini juga tak bisa dibilang muda. Pasalnya para pegiat seni yang ada saat ini merupakan generasi ke tiga dari para perintis dan pencetus kesenian rakyat tersebut. Pelestari Barong Sekeloa saat ini tak paham dengan akar budaya mereka apakah ada pengaruh dari Barongsai China atau tidak. Mereka hanya melakukan apa yang telah kakek dan nenek mereka lakukan.

“Soal ada tidaknya pengaruh tarian tradisi Barongsai dalam kesenian rakyat yang diwariskan leluhur, kami tak berani memberi keterangan lebih lanjut. Asal-usul secara pastinya, kami tak begitu memahami. Sampai saat ini kami hanya melanjutkan dan mengembangkan warisan leluhur,” ujar Pupuhu Paguron Panggugah Seni Rudat Buhun- Barong Sekeloa Ade Sukarna saat ditemui KORAN SINDOdi perguruan mereka. Anatomi Barong Sekeloa terlihat lebih sederhana dibandingkan Barongsai dari China.

Meski keduanya menyerupai wujud singa, namun tubuh barong dalam Barong Sekeloa tak harus selalu bersisik. Bahkan penutup bagian tubuhnya biasanya hanya menggunakan motif menyerupai warna bendera berbagai negara. Bahan baku pembuatannya juga masih berasal dari bahanbahan alam yang tersedia di lingkungan sekitar. Seperti bambu, benang kasur, kertas singkong, tambang, dan kain.

Bahan-bahan bambu tersebut dibutuhkan dalam membuat kerangka kepala barong, sementara tambang digunakan untuk membentuk detail wajah barong, seperti janggut, bulu mata, rambut, dan bulu hidung. “Setelah rangka kepala dari bambu terbentuk, kemudian diikat dengan bola kasur dan ditutupi kertas singkong. Saat pelukisan untuk karakteristik wajah barung tentu terus ber - kembang sesuai dengan karakter masing-masing barong yang ingin diciptakan,” papar pria yang akrab disapa Mang Ade Dabro.

Meski boneka itu memiliki kemiripan dengan barongsai yang biasa dimainkan dalam ritual Imlek, menurut Ade bentuk karakter barong itu merupakan hasil karya leluhurnya. Sehingga, kata dia, salah besar bila hasil kesenian rakyat tersebut dianggap plagiasi Barongsai asal China. “Untuk pastinya kami tak mau berspekulasi. Namun yang saya ketahui kesenian rakyat ini sudah berlangsung sejak 1979. Dan saya termasuk generasi ketiga yang mencoba meneruskan kesenian ini,” kata Ade.

Sebagai salah satu kesenian rakyat yang tetap hadir di tengah masyarakat, permainan Barong Sekeloa sampai saat ini sudah dikenal dalam berbagai kegiatan, seperti Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, rangkaian acara penyambutan tamu pemerintah, hingga hajatan masyarakat.

Seni Barong Sekeloa juga sering dipentaskan bersama ragam bentuk seni lainnya seperti pertunjukan Rudatatau Salawatan yang diiringi dengan Ibing Penca (Jurus Totog) . Meski begitu sebagai seni pertunjukan, Barong Sekeloa juga bisa tetap dipertunjukan secara tunggal.

Heru muthahari
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.9426 seconds (0.1#10.140)